Islam
muncul sebagai sumber awal kekuatan yang baru pada abad ke-7 masehi, setelah
runtuhnya Kerajaan Romawi, yang ditandai dengan peradaban raru yang gemilang.
Islam sendiri adalah sistem kehidupan yang bersifat komprehensip, juga mengatur
semua aspek, baik sosial,ekonomi, maupun politik yang berlandas spiritual.
Seperti yang tertera dalam kitab suci Al-qur’an surat An-Nahl : 89
Islam adalah agama yang sempurna dan
mempunyai sistem tersendiri dalam menghadapi masalah kehidupan, yang bersifat
materil dan nonmaterial. Karena islam adalah agama yang sempurna maka tidak
heran jika pedoman yang harus digunakan adalah Al-Qur’an dan As-Ssunah.
Ekonomi islam secara inheren adalah
sebuah konsekuensi logis dari kesempurnaan ekonomi tersebut. Dalam mewujudkan
ekonomi islam sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan sumber daya-Nya di alam
ini, seperti firman Allah SWT didalam surat Al-Baqarah , ayat 29 berikut :
"Dia-lah Allah,
yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui
segala sesuatu"
Penggunaan
istilah syari’ah dan islam untuk menunjukan institusi ekonomi berbasis ajaran
islam tidak terlalu urgen untuk dipermasalahkan, karena keduanya mengarah pada
sasaran yang sama, yaitu untuk menunjukkan sebuah sistem ekonomi yang berbasis
pada syari’at islam. Namun, dalam konteks Indonesia hal itu memiliki latar
belakang tersendiri yang menarik untuk disimak, ketika wacana ekonomi islam
mendapat tanggapan luas bagi masyarakat bersamaan dengan itu pula suasana pobia
terhadap islam menggelors, banyak kalangan yang sengaja membangun opini dengan
menonjolkan geraka-gerakan sparatis islam seperti DI,TII dan gerakan Kahar
Muzakar,sehingga kesan kata islam selalu diarahkan kesana. Pertimbangan
historis inilah yang menyebabkan penggunaan ekonomi islam tidak popular,
melainkan dengan ekonomi syari’ah.
Penggunaan
ekonomi syari’ah, lebih lanjut dewan Raharjo (dalam Adiwarman Karim,2003:XXII)
menjelaskan, bahwa apa yang dimaksudkan dengan ekonomi syari’ah tidak identik
dengan syari’at itu sendiri, syari’at dalam pengertian Muhammad Said Al Asmawi
(ahli hukum islam Mesir), adalah wahyu tuhan dan sunnah rasul yang
pengertiannya sama dengan thariq, sabil dan manhaj, yaitu jalan. Syari’at dalam
pengertian ini masih memerlukan penjelasan dan interpretasi, setelah itu
syari’at mengalami proses rasionalisasi Bank Syari’ah.
Karakteristik
terpenting yang membedakan antara sistem ekonomi syariah dan ekonomi konvensional
adalah bahwa ekonomi syariah tidak dapat dipisahkan dengan akidah, syari’at, dan
akhlak. Dalam praktiknya, sistem ekonomi syari’ah dimanivestaikan dalam
kegiatan perekonomian yang menjungjung tinggi dan dibingkai oleh akhlak yang
terpuji.
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa islam sama sekali tidak memperkenankan semua
pemeluknya untuk melakukan kegiatan ekonomi yang mengabaikan dan menyimpang
dar kemuliaan dan keutamaan yang
disyariatkan Allah dan Rasul-Nya.
0 Response to "SYARIAH DAN EKONOMI"
Posting Komentar