Islam memandang aktivitas ekonomi secara positif. Semakin banyak
manusia terlibat dalam aktifitas ekonomi maka semakin baik, sepanjang maksud
dari prosesnya sesuai dengan ajaran Islam. Ketaqwaan kepada Allah tidak
berimplikasi atas penurunan produktivitas ekonomi, sebaliknya justru menjadikan
seseorang untuk lebih produktif. Kekayaan dapat mendekatkan kepada Allah selama
diperoleh dengan metode yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Islam merupakan suatu agama yang didasarkan pada kitab Al-qur’an
dan Sunnah, memberikan banyak contoh ajaran ekonomi, baik pada waktu awal Islam
diturunkan yaitu pada masa Nabi Ibrahim a.s. dan shuaib a.s. hingga menjelang
wafatnya Nabi terakhir, Muhammad saw. Pada masa Nabi Ibrahim a.s., islam telah
mengajarkan manusia untuk berderma. Pada masa Shuaib a.s., islam telah
mengajarkan manusia untuk berbuat adil dalam memberikan takaran, menimbang
dengan benar dan tidak merugikan orang lain. Pada masa awal Nabi Muhammad saw, di
makkah, islam telah mengajarkan agar manusia memenuhi takaran dan timbangan
ketika menjual dan minta takaran penuh ketika membeli.
Islam memosisikan kegiatan ekonomi sebagai salah satu poin penting
untuk mendapatkan kemuliaan, dan karenanya kegiatan ekonomi harus dituntun dan
dikontrol agar berjalan seirama dengan ajaran Islam secara kaffah. Islam
memberikan tuntunan bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan Allah, dan
bagaimana manusia melakukan kehidupan bermasyarakat (muamalah), baik
dalam lingkungan keluarga, kehidupan bertetangga, bernegara, berekonomi, dan
bergaul dengan antar bangsa.[1]
Islam mengatur kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi. Dalam
Islam tidak di berlakukannya hidup diatas penderitaan orang lain, begitu juga
tidak berlakunya sistem mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dan modal
yang sekecil kecilnya. Islam memandang ekonomi sebagai prilaku dalam
menjalankan suatu sistem untuk memenuhi suatu kebutuhan, perilaku inilah yang
sangat di tekankan dalam Islam, yaitu prilaku yang berdasarkan nilai, norma dan
etika Islam.
Diantara peran ekonomi Islam dalam merubah paradigma system ekonomi, adalah dengan menerapkan system etika, karena Islam merupakan sumber nilai dalam berbisnis, Islam memiliki wawasan yang komperhensip dalam etika bisnis, dan Islam berangkat dari nilai dan mengedepankan etika, tidak seperti ekonomi lainnya yang mengabaikan nilai dan etika dalam berbisnis mereka hanya berorientasi kepada keuntungan semata dan tidak melihat norma yang berlaku.
Etika dan moral dalam Islam mencangkup segala aspek, daintaranya etika dalam berbisnis, etika dalam berfikir ekonomis, etika dalam mencari keuntungan dll. Dan hal yang paling terpenting dalam menjalankan suatu system ekonomi di sini tidak terlepas dari nash Al-Qur’an dan teladan Rasulullah saw
Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menjelaskan keutamaan manusia untuk melakukan bisnis. Diantaranya Al-Qur’an memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”( QS. 4: 29)
Rasulullah sendiri adalah seorang pedagang bereputasi international yang mendasarkan bangunan kepada nilai-nilai ilahi (transenden). Dengan dasar inilah nabi membangun sistem Ekonomi Islam yang mencerahkan. Prinsip-prinsip bisnis yang ideal ternyata pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Realitas ini menjadi bukti bagi banyak orang, bahwa tata ekonomi yang berkeadilan dan menjunjung etika bisnis, sebenarnya pernah terjadi, meski dalam lingkup nasional, negara Madinah. Nilai, spirit dan ajaran yang dibawa Nabi itu, berguna untuk membangun tata ekonomi baru, yang akhirnya terwujud dalam tata ekonomi dunia yang beretika dan adil.[2]
Diantara peran ekonomi Islam dalam merubah paradigma system ekonomi, adalah dengan menerapkan system etika, karena Islam merupakan sumber nilai dalam berbisnis, Islam memiliki wawasan yang komperhensip dalam etika bisnis, dan Islam berangkat dari nilai dan mengedepankan etika, tidak seperti ekonomi lainnya yang mengabaikan nilai dan etika dalam berbisnis mereka hanya berorientasi kepada keuntungan semata dan tidak melihat norma yang berlaku.
Etika dan moral dalam Islam mencangkup segala aspek, daintaranya etika dalam berbisnis, etika dalam berfikir ekonomis, etika dalam mencari keuntungan dll. Dan hal yang paling terpenting dalam menjalankan suatu system ekonomi di sini tidak terlepas dari nash Al-Qur’an dan teladan Rasulullah saw
Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menjelaskan keutamaan manusia untuk melakukan bisnis. Diantaranya Al-Qur’an memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”( QS. 4: 29)
Rasulullah sendiri adalah seorang pedagang bereputasi international yang mendasarkan bangunan kepada nilai-nilai ilahi (transenden). Dengan dasar inilah nabi membangun sistem Ekonomi Islam yang mencerahkan. Prinsip-prinsip bisnis yang ideal ternyata pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Realitas ini menjadi bukti bagi banyak orang, bahwa tata ekonomi yang berkeadilan dan menjunjung etika bisnis, sebenarnya pernah terjadi, meski dalam lingkup nasional, negara Madinah. Nilai, spirit dan ajaran yang dibawa Nabi itu, berguna untuk membangun tata ekonomi baru, yang akhirnya terwujud dalam tata ekonomi dunia yang beretika dan adil.[2]
Kita sering melakukan kegiatan ekonomi,tapi
terkadang kita tidak tau apa ekonomi tersebut apalagi tentang
kandungan-kandungan kegiatan ekonomi yang diatur dalam Al-Qur’an.
Pertama harus kita sadari dalam hidup kita itu
pasti melakukan kegiatan ekonomi tapi
entah mengikuti pedomannya atau hanya sekedar judul ekonomimya saja.
Dibawah ini ada sebuah wahyu Allah yang
membicarakan ekonomi:
“Kepunyaan
Allah-lah segala urusan yang ada di langit dan
di bumi ;dan kepada allah lah di kembalikan segala urusan,” (QS 3:109)[3]
Ayat
di atas memberitakan
landasan ekonomi kita,
bahwa kepemilikan nomor satu hanya pada Allah
dan segala urusan yang ada di
bumi dan di langit kembali kepada Sang Pengatur dan Sang Pemilik. Jadi kita dilarang bersombong
diri.
Meskipun Allah telah menyediakan segala isi di
semesta sebagai fasilitas, tapi tetap semua itu kita yang memposisikan kegiatan ekonomi tersebut menyediakan segala
fasilitasnya untuk manusia.
firman Allah :
” Allah- lah yang telah menciptakan langit dan
bumi dan menurunkan
air hujan dari langit,
kemudian dengan
( air
hujan ) itu, Dia mengeluarkan buah-buahan menjadi rezeki
untukmu ;dan Dia telah menundukkan
bahtera bagimu supaya bahtera itu
berlayar di lautan
dengan kehendak-Nya dan Dia telah menundukanmu (pula) bagimu matahari
dan bulan yang terus –menerus beredar ( dalam orbitnya) ;dan telah menundukkan bagimu
siang dan malam.
Dan dia telah memberikan
kepadamu (keperluanmu)
dan segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, tidaklah
dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya umat manusia
itu sangat dzalim
dan sangat mengingkari
nikmat Allah,”.
(QS 14:32-34).
Islam
begitu memperhatikan fasilitas yang di berikan kepada
kita dengan begitu lengkapnya. Pedomannya pun Allah diberikan, namun pada Al-Qur’an
hanya aturan umumnya saja. Berikutnya
di contohkan kepada nabi Muhammad saw yang dipercaya Sang
Khalik untuk menyebarkan, membenarkan
dan mengajarkan kepada umatnya.
oleh karena itu kita wajib pula mengikuti sunnahnya.
Dalam
ajaran islam, suatu kegiatan
ekonomi di pandang wajib karena dikatakan dalam sebuah hadis bahwa mencari nafkah merupakan suatu keharusan. Para fuqaha menegaskan bahwa kewajiban seorang muslim
adalah mencari nafkah untuk dirinya maupun keluarganya.
Jadi sudah tak ada alasan lagi
bermalas-malasan untuk
menafkahi, tentunya dengan bekerja yang ada di jalan Allah, agar berkah di
limpahkan atas nikmat yang diberikan.
Jangan
takut tak terbagi rizki Allah.
Karena dengan tegas tertera didalam Al-Qur’an
bahwa “Dialah yang menjadikan bumi mudah diatur bagimu
, maka berjalanlah di segala penjurunya
dan nikmatilah dari rizki-Nya “[4]
Al Ghazali pun berpendapat bahwa kerja yang
produktif adalah bagian dari wajib syari’ sebab
jika tidak di laksanakan tidak ada kehidupan dunia.
Fasilitas yang disediakan Allah
tidak boleh kita monopolikan, tetapi harus dimanfaatkan seperti di masa nabi yang mengeksploitasi secara
bijaksana , nabi bersabda: “ siapa yang
memiliki tanah hendaklah digarapnya ,” [5].
Yang dimaksud untuk di garap bukan berarti
untuk di monopolikan oleh seseorang karena tanah itu di
katakan mati bila tanah diam
tiada guna. Jika tanah itu tandus
bisa terlebih
dahulu disuburkan atau dengan
cara meminjamkan modal dengan cara dipakai tempat untuk orang usaha demi penghidupannya.[6]
[1] Tim P3EI
UII, ekonomi islam. Hal : 15-16
[2] http://www.gagasmedia.com/ekonomi/penulis/peradaban-ekonomi-islam.html
. senin,19 juli 2010
[3] Tim P3EI UII, ekonomi islam. Hal : 2
[4] Tim P3EI UII, ekonomi
islam. Hal:77
[6] Prof dr.m dawam
rahardjo,Sejarah pemikiran ekonomi
,islam cetakan 2. hal 104-110.

0 Response to "ISLAM BERBICARA TENTANG EKONOMI"
Posting Komentar